Tradisi Seren Taun Sukabumi Jadi Magnet Budaya, Disbudpora: Ini Identitas dan Jati Diri Bangsa
Perayaan Seren Taun ke-657 di Kasepuhan Adat Gelar Alam, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Minggu (5/10/25), kembali menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai budaya Sunda masih terjaga kuat di tengah arus modernisasi. Upacara adat yang sakral ini mendapat dukungan penuh dari Dinas Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disbudpora) Kabupaten Sukabumi, sebagai bentuk komitmen dalam melestarikan warisan leluhur yang sarat makna dan filosofi.
Kepala Disbudpora Kabupaten Sukabumi, Yudi Mulyadi, menyampaikan bahwa pihaknya memiliki tanggung jawab moral dan fungsional dalam pelindungan, pembinaan, serta pelestarian kebudayaan daerah.
“Tentu kami mensuport penuh kegiatan Seren Taun ini, sesuai dengan visi dan misi Bupati Sukabumi dalam rangka kemajuan daerah. Kerja sama kami dengan kasepuhan seperti Gelar Alam, Cipta Mulya, Sinarresmi, dan Cipta Rasa selama ini terjalin baik. Disbudpora hadir memberikan dukungan, mulai dari pembinaan seni budaya lokal hingga bantuan sarana dan prasarana untuk memperkuat eksistensi kasepuhan,” ujar Yudi.
Ia menambahkan, Seren Taun bukan sekadar upacara adat, melainkan Warisan Budaya Takbenda (WTB) yang telah diakui secara nasional. Tradisi ini menggambarkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta—sebuah kearifan lokal yang menjadi jati diri masyarakat Sunda di wilayah Banten Kidul.
“Alhamdulillah, sampai saat ini sudah ada delapan Warisan Budaya Takbenda dari Kabupaten Sukabumi yang disahkan oleh pemerintah. Insya Allah, tahun depan kami akan kembali mengikuti sidang penetapan WTB di Jakarta, termasuk tiga jenis kebudayaan dari Kasepuhan Gelar Alam,” terang Yudi.
Selama pelaksanaan Seren Taun, suasana di Imah Gede, pusat kegiatan adat, dipenuhi nuansa sakral dan meriah. Prosesi Ngadiukeun Pare (Naikin Padi ke Leuit Si Jimat) yang dipimpin Sesepuh Adat Abah Ugi Sugriana Rakasiwi, menjadi puncak upacara dan simbol rasa syukur masyarakat kepada Sang Hyang Tunggal atas hasil panen yang melimpah.
Rangkaian kegiatan turut diramaikan dengan pertunjukan seni tradisional seperti dogdog lojor, debus, angklung buhun, dan rengkong—yakni parade mengangkat pocongan padi di pundak yang digoyang dengan ritme khas kasepuhan. Pemandangan anak-anak yang ikut menari dalam rengkong menjadi pertanda bahwa semangat pelestarian budaya telah ditanamkan sejak dini.
Menurut Yudi, keberlanjutan tradisi Seren Taun merupakan bentuk nyata dari regenerasi budaya dan ketahanan identitas lokal yang perlu terus dijaga.
“Seren Taun ini adalah simbol kearifan dan kekuatan budaya masyarakat adat. Kami ingin generasi muda memahami bahwa budaya bukan hanya masa lalu, tetapi bagian dari masa depan yang harus dirawat dan dikembangkan,” tegasnya.
Tradisi Seren Taun ke-657 ini juga menjadi daya tarik wisata budaya yang memperkuat posisi Kabupaten Sukabumi sebagai destinasi wisata adat dan kearifan lokal di Jawa Barat. Melalui dukungan pemerintah daerah, diharapkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap prosesi adat dapat terus menginspirasi masyarakat luas untuk menjaga keharmonisan dengan alam dan sesama.
“Kasepuhan ini adalah kebanggaan kita bersama. Keaslian adat dan budayanya harus dijaga agar tidak pudar, sebab di sinilah jati diri bangsa dan sumber kearifan lokal yang luar biasa,” pungkas Yudi.
